Ternyata Maa Maushulah Lebih Luas Cakupannya dari Man Maushulah. Kenapa ?
Ma (ما) maushulah cakupannya lebih luas apabila dibandingkan dengan مَنْ maushulah
Dan penggunaan مَا maushulah lebih banyak, karena sifatnya yang lebih luas.
Jadi tidak semata-mata مَنْ untuk yang berakal, kemudian مَا adalah kebalikan dari مَنْ, untuk yang tidak berakal. Tidak! Lebih dari itu مَا cakupannya lebih luas daripada مَنْ.
Sebagaimana Al-Imam Suhaily menyampaikan:
وَلِذَالِكِ كَانَ فِيْ لَفْظِهَا أَلِفٌ آخِرَة لِمَا فِي الْأَلِفِ مِنَ الْمَدِّ وَالِاتِّسَاعِ فِي هَوَاءِ الْفَمِ
“Maka dari itu ما diakhiri dengan alif karena alif memiliki suara yang panjang dan cakupannya luas menyebar di rongga mulut,”
مُشَاكِلَةً لِاتِّسَاعِ مَعْنَاهَا فِي الْأَجْنَاسِ
Menggambarkan luasnya cakupan maknanya untuk menerangkan jenis
فَإِذَا أَوْقَعُوهَا عَلَى نَوْعٍ بِعَيْنِهِ
Jika hendak menerangkan jenis tertentu,
وَخَصُّوا مَا يَعْقِلُ وَقَصَّرُوْهَا عَلَيْهِ
Hendak mengkhususkan untuk yang berakal saja dan membatasi maknanya
أَبْدَلُ الْأَلِفَ نُوْنًا سَاكِنَةً
Alif-nya diganti dengan nun sukun
فَذَهَبَ امْتِدَادُ الصَّوْتِ، وَصَارَ قَصْرًا لِلَّفْظِ مُوَازِنًا لِقَصْرِ المَعْنَى
Maka panjangnya suara menjadi tertahan, kita baca مَنْ terbatasnya suara menggambarkan terbatasnya makna yang terkandung di dalamnya. (Nataaijul Fikri: 190)
Untuk itu Allah Ta’ala berfirman:
لَا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُوْنَ
Aku tidak menyembah apa yang kalian sembah
Mungkin mereka akan bertanya, bukankah berhala juga ada yang berakal?
Banyak di antara mereka yang menyembah Nabi Isa, yang menyembah jin, yang menyembah malaikat, dan lain-lain, semuanya termasuk ‘aqil (berakal).
Mengapa menggunakan مَا tidak مَنْ? Bukankah مَنْ itu bisa mengalahkan مَا? Yakni bukankah yang berakal itu bisa mengalahkan yang tidak berakal?
Maka Syaikhul Islam menjelaskan penggunaan مَا di sini adalah لِلْجِنْسِ الْعَامِ (untuk jenis yang umum), yakni kita diperintahkan untuk berlepas diri tidak hanya dari sesembahan mereka, tapi juga orang yang menyembahnya, dan praktek ibadah yang mereka lakukan.
Sehingga مَا di sini mencakup 3 hal, yaitu
◼ Sesembahannya
◼ Orang yang menyembahnya
◼ Ritual atau ibadah yang mereka lakukan
Jika lafadzh yang digunakan itu لَا أَعْبُدُ مَنْ تَعْبُدُوْنَ maka hanya terbatas pada sesembahannya saja. Itupun hanya yang berakal saja. Dan itupun mereka akan bisa membantah.
Mereka orang-orang musyrikin akan bisa membantah:
“Bukankah kami juga menyembah Allah selain menyembah sesembahan lain?”
Namun jika menggunakan مَا maka termasuk juga kita diperintahkan untuk berlepas diri dari peribadahan yang majemuk, yakni menyembah Allah yang diiringi dengan menyembah sesembahan lainnya.
Contoh lainnya,
📌وَإِنْ تَكْفُرُ فَإِنَّ لِلّٰهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ ﴿النسآء: ١٣١﴾
📌وَإِنْ تَكْفُرُ فَإِنَّ لِلّٰهِ مَا فَي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَكَانَ اللهُ عَلِيْمًا حَكِيْمًا ﴿النسآء: ١٧٠﴾
📌لِلّٰهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ وَإِنْ تُبْدُوْا مَا فِي أَنْفُسِكُمْ أَوْ تُخْفُوْهُ يُحَاسِبْكُمْ بِهِ اللهُ ﴿البقرة: ٢٨٤﴾
Mengapa menggunakan مَا?
Hal ini untuk menunjukkan bahwasanya kekufuran sekecil apapun yang tersembunyi di dalam hati, maka Allah pun mengetahuinya. Sehingga menggunakan مَا karena konteks yang memang dikehendaki.
✍Ustadz Abu Kunaiza