Pasal : Hal-hal yang mewajibkan mandi
مُوْجِبَاتُ الغُسْلِ سَبْعَةٌ:
Penyebab-penyebab yang
mengharuskan mandi ada tujuh:
خُرُوجُ المَنِي مِنْ مَخْرَجِهِ بِلَذَّةٍ:
Keluar air mani dari tempatnya[1]
dengan disertai kenikmatan[2].
وَانْتِقَالُهُ.
Dan perpindahannya[3].
وَتَغْبِيبُ حَشَفَةٍ فِي فَرْجٍ أَوْ دُبُرٍ، وَلَوْ لِبَهِيمَةٍ
أَوْ مَيِّتٍ بِلَا حَائِلٍ:
Masuknya kepala penis
(hasyafah) ke dalam vagina atau dubur, meskipun pada binatang atau mayat tanpa
ada penghalang.
وَإِسْلَامُ كَافِرٍ، وَمَوْتٌ، وَحَيْضٌ، وَنِفَاسٌ.
Masuk Islamnya orang
kafir, kematian, haidh dan nifas.
وَسُنَّ : لِجُمُعَةٍ،
وَعِيدٍ، وَكُسُوفٍ، وَاسْتِسْقَاءٍ، وَجُنُونٍ، وَإِغْمَاءٍ: لا احْتِلَامَ فِيهِمَا
Disunnahkan mandi untuk shalat Jumat, shalat
Id, shalat gerhana, shalat istisqa (meminta hujan), serta setelah mengalami
gangguan jiwa atau pingsan, selama tidak mengalami mimpi basah selama pada
kedua kondisi tersebut.
وَاسْتِحَاضَةٍ لِكُلِّ صَلَاةٍ
Dan disunnahkan mandi bagi wanita yang
mengalami istihadhah (darah penyakit) untuk setiap shalat.
وَإِحْرَامٍ، وَدُخُولِ مَكَّةَ، وَحَرَمِهَا، وَوُقُوفٍ
بِعَرَفَةَ، وَطَوَافِ زِيَارَةٍ، وَوَدَاعٍ وَمَبِيتٍ بِمُرْدَلِفَةَ، وَرَمْي جِمَارٍ:
Dan mandi karena
ihram, memasuki Makkah dan tanah haramnya, wukuf di Arafah, tawaf ziarah, tawaf
wada’ (perpisahan), bermalam (mabit) di Muzdalifah, dan melempar jumrah (batu).
وَتَتْقُضُ المَرْأَةُ شَعْرَهَا : لِحَيْضٍ وَنِفَاسٍ لَا
جَنَابَةٍ إِذَا رَوَتْ أَصُولَهُ.
Wanita wajib mengurai
rambutnya (ketika mandi) karena haidh dan nifas, tetapi tidak wajib
(menguraikan rambutnya) karena junub, selama air telah membasahi pangkal
rambutnya.
وَسُنَّ : تَوَضُّؤٌ
بِمُدٍّ، وَاغْتِسَالٌ : بِصَاعٍ، وَكُرِهَ : إِسْرَافٌ.
Disunnahkan untuk
berwudhu dengan satu mud (takaran), dan mandi dengan satu sha' (takaran), dan
dibenci berlebihan dalam hal ini.
وَإِنْ نَوَى بالغُسْلِ : رَفْعَ الحَدَثَيْنِ، أَوِ الْحَدَثِ
وَأَطْلَقَ. ارْتَفَعَا.
Jika seseorang berniat
mandi untuk mengangkat kedua hadas (besar dan kecil), maka kedua hadats terangkat.
وَسُنَّ لِجُنُبٍ : غَسْلُ فَرْجِهِ، وَالوُضُوْءُ : لِأَكْلٍ
وَشُرْبٍ، وَنَوْمٍ، وَمُعَاوَدَةِ وَطْءٍ، وَالغُسْلُ لَهَا أَفْضَلُ.
Bagi orang yang sedang
junub, disunnahkan untuk mencuci kemaluannya. Dan berwudhu sebelum makan,
minum, tidur, atau mengulangi hubungan intim. Dan mandi bagi orang junub lebih
utama.
وَكُرِهَ : نَوْمُ جُنُبٍ بِلَا وُضُوءٍ:
Dibenci tidur bagi
orang yang junub tanpa berwudhu.
[1] Disebutkan
dalam kitab ar-Riyadh an-Nadhirat hal 139 :
فإن خرج من غير مخرجه بأن انكسر صلبه فخرج منه لم يجب.
"Jika
keluar mani dari selain tempat keluarnya, seperti jika tulang punggungnya patah
dan keluar dari sana, maka tidak wajib mandi."
[2] Keluar mani yang
mengharuskan mandi besar adalah yang terjadi dengan kesadaran penuh (bukan
karena tidur atau kondisi tidak sadar seperti pingsan atau mabuk), dan disertai
dengan kenikmatan yang biasanya dirasakan dalam hubungan seksual.
[3] Disebutkan
oleh Muhammad bin Nashir al-Ajmi ketika mengomentari ini di dalam syarahnya di
hal 90 :
انتقاله من محله ولو لم يخرج من الذكر
“Perpindahannya
dari tempatnya meskipun tidak keluar dari kemaluan.”
Setelah
membahas tentang air mani, Ibnu Balban menyebutkan (وانتقاله). Apakah
yang dimaksud dengan perpindahan adalah air mani? Mari kita lihat penjelasan
dari Ahmad bin Nashir al-Qu’aimiy di dalam kitabnya al-Hawasyiy as-Sabighot hal
40 :
فلو أحس بانتقاله في ظهره فحبسه وجب الغسل، وكذا يحكم ببلوغه
وفطره في رمضان. وألحق به شيخ الإسلام ابن تيمية في شرح العمدة: انتقال الحيض، فلو
أحست المرأة بانتقال الدم - وإن لم يخرج - فيحكم بأنها قد حاضت، وهو المذهب كما جزم
به في الإقناع والمنتهى.
"Jika
seseorang merasakan perpindahannya di punggungnya dan menahannya, maka dia
wajib mandi besar (ghusl). Ia juga sudah dianggap dewasa (baligh) dan berbuka
puasa di bulan Ramadhan. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah juga menjelaskan dalam
kitab al-‘Umdah bahwa jika seorang wanita merasakan darah haid berpindah
meskipun tidak keluar, maka dianggap bahwa dia sudah haid. Ini adalah pendapat
madzhab yang ditegaskan dalam kitab al-Iqna’ dan al-Muntaha."
Dijelaskan
lebih lanjut oleh al-Qu’aimiy pada kitab beliau ar-Riyadh an-Nadhirot bahwa
yang dimaksud dengan انتقاله adalah air mani. Syaikh mengatakan :
أي المني، فلو أحس بانتقاله فحبسه فلم يخرج، وجب الغسل كخروجه،
ويثبت به حكم بلوغ وفطر وغيرهما، وكذا انتقال حيض، قاله الشيخ تقي الدين.